Thursday, October 24, 2013

Guru Sebagai Motivator Belajar Siswa

  Bay-Ma'turidi.
A. Pengertian Guru
Yang dimaksud guru di sini adalah “orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.[1]
“Profesi pada hakekatnya adalah suatu pernyataan atau janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut merasa untuk menjabat kepekerjaan itu.”[2]
Pengertian profesi berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat modern menurut bermacam-macam ragam spesialisasi, yang diperlukan masyarakat yang semakin kompleks. Demikian pula profesi kependidikan hingga saat ini masih dibicarakan bnayak orang. Meskipun berbagai pandangan telah berkembang tentang masalah tersebut, namun satu hal sudah pasti bahwa sekarang ini mulai dirasakan perlunya lembaga pendidikan yang secara khusus mempersiapkan tenaga tersebut membawa implikasi bahwa perlu dikembangkannya program pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang berkualitas tinggi serta dapat dilaksanakan secara efisien dalam kondisi cultural masyarakat tertentu.
Profesi ini pada hakekatnya adalah suatu pernyataan atau janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan itu.[3]
Jika ditelaah, pengertian tersebut mengandung beberapa hal, yakni bahwa profesi itu merupakan pernyataan atau janji terbuka, profesi itu mengandung unsur pengabdian, dan profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan.
Pernyataan atau janji itu bukan hanya sekedar keluar dari mulutnya, akan tetapi meliputi seluruh kepribadiannya dan dalam tingkah laku sehari-hari. Janji yang bersifat etis itu mau tidak au atau setidak-tidaknya berhadapan dengan sanksi-sanksi tertentu. Jika ia melanggar janjinya, maka akan berhadapan dengan sanksinya tersebut. Misalnya, hukuman, protes masyarakat, ataupun kutukan oleh Tuhan. Oleh karena itu, jika seseorang telah menganut profesi tertentu, maka ia akan berbuat sesuai dengan janjinya. Janji-janji itu biasanya telah digariskan dalam kode etik yang telah dianut oleh yang bersangkutan.
Profesi mengandung unsur pengabdian. Suatu profesi bukanlah dimaksud untuk mencari keuntungan bagi dirina sendiri, baik dari segi ekonomis, maupun dalam arti psikis, melainkan untuk pengabdian kepada masyarakat. Hal ini akan membawa implikasi, bahwa profesi tidak boleh sampai merugikan, merusak atau bahkan menimbulkan malapetaka masyarakat. Sebaliknya profesi itu membawa kebaikan, keberuntungan, kesempurnaan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Memang pengabdian diri berarti lebih mengutamakan kepentingan orang banyak daripada kepentingan dirinya sendiri. Kalau perlu kepentingan dirinya harus dikesampingkan demi kepentingan orang lain atau masyarakat.
P:endapat di atas, tampak sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Blackington (1968) yang kemudian dikutip oleh Oemar Hamalik (1985) yakni sebagai berikut :
A professional may definet mast a sumply as a nation which is organizet, invompletelky, no doub, but gemunly, for the performance of function.”
Profesi menurut pandangan sosiologis merupakan suatu problem tersebut, yakni sebagai berikut :
“The problem of definition derives from our attempt to give precision to asocial or accupational role that varies as a function of the setting within whish ia performed, that ia it selfevolving, and that is perceived differently by different segment of society.” (Schein and Kommers, 1972:8).
Seorang pun harus memahami anak didiknya sebagai objek pendidikan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam memahami anak didik. W.S. Winkel mengemukakan sebagai berikut :
  1. Setiap siswa memiliki individualitas biologis sendiri.
  2. Kondisi mental. Kondisi ini merupakan akibat dari keadaan psikis siswa, seperti ketenangan batin, atau kegelisahan batin, dan stabilitas mental.
  3. Vitalitas psikis vitalitas psikis mencakup beberapa aspek, antara lain:
a. Daya penggerak vital.
b. Kemampuan memulihkan kembali kekuatan.
c. Irama hidup sehari-hari.
d. Kepekaan alat-alat indera.
  1. Lingkungan hidup siswa.
  2. Perkembangan kepribadian siswa yang berkembang secara normal akan menampakkan ciri-ciri yang khas bagi berbagai taraf perkembangan.[4]
Suatu profesi secara umum berkembang dari pekerjaan yang kemudian berkembang semakin matang. Dalam bidang apa pun, profesionalisme ditunjang tiga hal:
  1. Keahlian
  2. Komitmen
  3. Keterampilan yang relevan
Dalam buku Filsafat Pendidikan Islam, guru adalah “orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan dan bantuan anak didik (siswa) dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tuigasnya sebagai makhluk Allah, kholifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan makhluk individu yang sanggup berdiri sendiri.”[5]
Guru dianggap sebagai tolok ukur berhasil tidaknya suatu pendidikan. Program pendidikan sering dianggap tergantung pada kualitas guru pengajarnya. Oleh sebab itu, kualitas guru dapat dipakai sebagai indicator input dalam analisis efisiensi pendidikan.
Guru merupakan faktor yang dianggap penting juga dalam mengarahkan anak pada tingkat kedewasaan. Guru memiliki peran, fungsi dan tugas tersendiri dalam proses belajar dan mengajar di sekolah. Guru yang tidak professional kadang-kadang kurang cakap dalam membawakan atau melaksanakan tugasnya. Di samping kecakapan kognitif, guru juga harus memiliki kecakapan yang afektif dan psikomotor. Guru dituntut untuk lebih bisa membimbing dan mengarahkan anak sesuai dengan kemampuan mereka. Karena guru merupakan orang tua kedua di rumah, maka setiap perilaku dan tindakan-tindakannya sebagai teladan bagi anak-anak didik mereka.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa guru yang berkualitas sangat dibutuhkan oleh suatu lembaga pendidikan khususnya siswa. Berhasil tidaknya suatu lembaga pendidikan ditentukan oleh guru yang professional dan berkualitas.
B. Kemampuan dan Peranan Guru
1. Fungsi Guru
Fungsi guru adalah mendidik dan mengajar.[6] Kedua fungsi ini tidak dijelaskan dari peranan yang dijalankan oleh guru. Diketahui konteks yang lebih luas, peranan guru sebagai pendidik dan pengajar harus diletakkan dalam rangka kepentingan serta harapan bangsa yang merupakan tujuan yang perlu dicapai melalui sekolah. Sekolah mempunyai organisasi dan melaksanakan kegiatan administrasi untuk mencapai tujuan sekolah. Semua upaya yang dilakukan oleh guru sebagai pendidik dan pengajar harus diorganisasikan dan diadministrasikan dengan baik agar tercapai suatu hasil kerja yang efektif dan efisien.
Sebagai pendidik dan pengajar, guru melakukan kegiatan membimbing dan mendorong siswa dalam kegiatan belajar siswa. Ia disebut juga pembimbing dan motivator yang berperan serta khusus bagi siswa untuk mendorong kegiatan belajar siswa dalam situasi belajar yang dirancang oleh guru. Aspek yang perlu dilihat oleh guru dari siswa adalah perkembangan pribadi seutuhnya yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma dan bagaimana siswa memiliki nilai-nilai tersebut dalam belajar. Guru memerlukan pengetahuan dan keterampilan edukatif untuk melakukan kegiatan ini.
Sebagai pengajar, guru mengelola kegiatan mengajar dan belajar yang direncanakan dengan baik sesuai dengan tuntutan kurikulum dan pokok bahasan yang diajarkan. Kegiatan yang dilakukan oleh guru memerlukan pengetahuan yang untuk mengelola dan mengawasi apa yang ia lakukan.
Secara makro, tugas guru berhubungan dengan sumber daya manusia yang pada akhirnya akan paling menentukan kelestarian dan kejayaan kehidupan bangsa.[7] Dengan kata lain, bahwa guru mempunyai tugas membangun fundamental di kemudian hari.
Pada dasarnya dala proses, guru mempunyai tugas mendidik dan mengajar peserta didik, agar peserta didik dapat menjadi manusia yang dapat melaksanakan kehidupan selaras dengan hakikat kodratnya sebagai manusia dalam pertemuan dan pergaulan dengan sesame dan dunia dan dalam hubungannya dengan Tuhan. Kedua tugas itu merupakan kesatuan yang terpadu, tak terpisahkan sehingga pengembangan “manusia seutuhnya” dapat terlaksana dengan baik.
Dalam proses pendidikan, tugas mendidik bagi guru lebih terpusat pada transportasi nilai-nilai yang terpuji, yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, bangsa dan Negara. Pada hakekatnya nilai-nilai itumengandung 3 jenis, yaitu :
a. Nilai kenyataan/kebenaran;
b. Nilai keindahan; dan
c. Nilai kebaikan
Tiga jenis nilai ini oleh Notonegoro disebut dengan nilai-nilai hidup yang dapat diwujudkan atau dicapai dengan daya-daya jiwa manusia (akal, rasa kehendak). Dengan akalnya manusia dapat mencapai kenyataan atau kebenaran, dan dengan rasa manusia dapat merasakan atau mewujudkan keindahan, dan dengan kehendak manusia menuju kebaikan. Atau dengan perkataan lain, perwujudan mutlak dari akal, rasa dan kehendak manusia, masing-masing tertuju kepada kenyataan atau kebenaran. Keindahan dan kebaikan.
Mengajar adalah suatu “aktivitas internasional” suatu aktivitas yang menimbulkan belajar. Guru mendeskripsikan, menerangkan, memberikan pertanyaan (soal-soal) dan mengevaluasi. Ia mendorong, menyampaikan sanksi dan membujuk, pendek kata ia melakukan banyak hal agar peserta didik mempelajari apa saja yang ia piker. Peserta didik harus mempelajari dan dalam cara yang ia sepakati. Orang tua dan orang lain melakukan ini juga, tetapi ada perbedaannya. Guru-guru adalah lebih “professional” dalam arti bahwa mereka mengetahui banyak tentang:
a. Apa saja yang mereka ajarkan.
b. Bagaimana cara mengajarkannya; dan
c. Siapa yang mereka beri pelajaran.
Suatu tugas pokok dari guru adalah: menjadikan peserta didik mengetahui atau melakukan hal-hal dalam suatu cara yang formal. Ini berarti bahwa ia menstrukturisasi pengetahuan atau keterampilan-keterampilan dalam suatu cara yang sedemikian rupa sehingga menyebabkan siswa tidak hanya mempelajarinya, melainkan juga mengingatnya dan melakukan sesuatu dengannya. Guru juga mengevaluasi siswa. Oleh karena itu, siswa ditantang untuk belajar dan mengingat karena ia mengetahui bahwa dalam suatu cara atau cara yang lain ia akan diuji.
2. Peranan Guru
Yang dimaksud peranan guru adalah “sebagai director of learning (direktur belajar). Maksudnya, setiap guru diarahkan untuk pandai mengarahkan kegiatan belajar siswa agar mencapai keberhasilan belajar (kinerja akademik) yang telah ditetapkan dalam proses sasaran belajar mengajar.[8]
Pengertian proses belajar mengajar mempunyai makna yang lebih luas dan lebih berarti daripada pengertian mengajar. Dalam proses belajar mengajar tersirat adanya suatu kesatuan aktivitas yang tidak terpisahkan antara siswa sebagai pelajar dengan guru sebagai pengajar. Dalam aktivitas terebut, terdapat interaksi antara siswa yang belajar dengan guru yang mengajar.
Seperti telah dimaklumi bersama, bahwa proses belajar merupakan suatu proses terjadinya perubahan tingkah laku, yang berarti bahwa seseorang yang telah melalui proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku.
Selanjutnya dalam peranannya sebagai direktur belajar, guru hendaknya senantiasa berusaha untuk menimbulkan, memelihara dan meningkatkan motivasi aman untuk belajar. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa motif berprestasi mempunyai korelasi positif dan cukup berarti terhadap pencapaian proses belajar. Hal ini berarti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar hanya ditentukan oleh tinggi rehdanya motif berpretasi. Dalam hubungan ini, guru berfungsi sebagai motivator dalam keseluruhan dalam kegiatan belajar mengajar.
Sebagai direktur belajar, pendekatan yang digunakan dalam proses belajar mengajar tidak hanya melalui pendekatan instruksional akan tetapi disertai dengan pendekatan pribadi (personal approach). Melalui pendekatan pribadi ini diharapkan guru dapat mengenal dan memahami siswa secara lebih mendalam sehingga dapat membantu dalam keseluruhan proses belajarnya. Dengan perkataan lain, sebagai direktur belajar guru sekaligus berperan sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar.[9]
Sebagai pendidik, tugas dan tanggung jawab guru yang paling utama adalah mendidik, yaitu membantu peserta didik untuk mencapai kedewasaan. Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka seorang guru hendaknya memahami segala aspek pribadi anak didik, baik jasmani maupun segi psikis. Guru hendaknya mengenal dan memahami tingkat perkembangan peserta didik, sistem motivasi atau kebutuhan, pribadi, kecakapan, kesehatan mental dan sebagainya. Tindakan yang bijaksana akan timbul juga apabila guru benar-benar memahami seluruh pribadi peserta didik.
Di samping memahami subjek didik, salah satu tugas guru yang tidak boleh diabaikan adalah mengenal dan memahami dirinya. Memahami dan mengenal siswa tidak mungkin dapat dilakukan dengan baik tanpa mengenal dan memahami dirinya sendiri. Guru harus mempunyai informasi yang cukup untuk dirinya sehubungan dengan peranannya, pekerjaan, kebutuhan dan motivasinya, kesehatan mentalnya, dan tingkatan kecakapan yang dimilikinya.
Jenis-jenis informasi tentang dirinya sangatlah membantu para guru itu sendiri dalam mengatasi berbagai masalah yang timbul dalam tugasnya, seperti konflik, ilustrasi, maladjustment (latihan kemampuan penguasaan diri) dan sebagainya. Agar guru dapat memahami dan membantu siswa dengan sebaik-baiknya maka guru itu sendiri harus menghindari masalah-masalah tersebut di atas.
Sesuai dengan bidang tugasnya, maka seorang guru tidka hanya berperan dalam interaksi dengan siswa tetapi interaksi dengan yang mencakup ruang lingkup lingkungan sosial yang lebih luas baik keluarga, sekolah maupun variasi peranan guru.
Dalam hubungan dengan kegiatan pengajaran dan administrative, seorang guru dapat berperan sebagai :
1.     Pengambil inisiatif, pengarah dan penilai kegiatan-kegiatan pendidikan. Ini berarti bahwa guru turut serta memikirkan kegiatan-kegiatan pendidikan yang direncanakan serta nilainya.
2.     Wakil masyarakat ang berarti dalam lingkungan sekolah guru menjadi suatu masyarakat. Guru harus mencerminkan suasana kemauan masyarakat dalam arti yang lebih baik.
3.     Orang yang ahli dalam mata pelajaran. Bahwa guru bertanggung jawab untuk mewariskan kebudayaan pada generasi muda yang berupa pengetahuan, hendaknya agar diajarkan baik isi maupun metode.
4.     Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar mencapai disiplin.
5.     Pelaksana Administrasi Pendidikan. Di samping menjadi pengajar, guru pun bertanggung jawab akan kelancaran jalannya pendidikan. Dan ia harus mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan administrative.
6.     Pemimpin Generasi Muda. Masa depan generasi muda terletak di tangan guru. Guru berperan sebagai pemimpin mereka dalam mempersiapkan diri untuk menjadi anggota masyarakat yang dewasa.
7.     Penerjemah kepada masyarakat, artinya guru berperan untuk menyampaikan segala perkembangan kemajuan-kemajuan dunia sekitar kepada masyarakat, khususnya untuk masalah-masalah pendidikan.[10]

Dilihat dari segi dirinya (self oriented), seorang guru harus berperan sebagai:
a.      Petugas sosial, yaitu seorang yang harus membantu untuk kepentingan masyarakat. Dalam kegiatan-kegiatan masyarakat guru senantiasa merupakan petugas-petugas yang dapat dipercaya untuk berpartisipasi di dalamnya.
b.     Pelajar dan ilmuwan, yaitu sebagai yang senantiasa menuntut ilmu pengetahuan. Dengan berbagai cara setiap saat, guru senantiasa belajar untuk mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan.
c.      Di samping itu guru menjadi spesialis, misalnya seorang guru matematika akan menjadi wakil dari dunia matematika.
d.     Orang tua: yaitu mewakili orang tua murid di sekolah dalam pendidikan anaknya. Sekolah merupakan lembaga pendidikan setelah lingkungan keluarga, sehingga dalam arti luas sekolah dapat merupakan lingkungan keluarga di mana guru bertugas sebagai orang tua dari siswa-siswanya.
e.      Pencari teladan: yaitu yang senantiasa mencarikan teladan yang baik untuk siswa, dan bahkan bagi seluruh masyarakat. Guru menjadi ukuran bagi normal tingkah laku.
f.      Pencari keamanan: yaitu yang senantiasa mencarikan rasa aman bagi orang lain (siswa). Guru menjadi tempat berlindung bagi siswa-siswa untuk memperoleh rasa aman dan puas di dalamnya.
g.     Peranan guru dilihat secara psikologis, guru dipandang, sebagai:
h.     Ahli psikologi pendidikan yaitu petugas psikologi dalam pendidikan, yang melaksanakan tugasnya atas dasar prinsip-prinsip psikologi.
i.       Seniman dalam hubungan antar manusia (artist human relation), yaitu orang yang mampu membuat hubungan antar manusia untuk tujuan tertentu, dengan menggunakan teknik tertentu, khususnya dalam kegiatan pendidikan.
j.       Pembentuk kelompok sebagai jalan atau alat dalam pendidikn.
k.     Catalyst agent, yaitu orang yang mempunyai pengaruh dalam menimbulkan pembaharuan. Sering pula peranan ini disebut sebagai innovator (pembaharu).
l.       Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker) yang bertanggung jawab terhadap pembinaan kesehatan mental khususnya kesehatan mental siswa.
C. Pengertian Motivasi
Untuk dapat memberikan gambaran yang jelas tentang apa yang disebut motivasi belajar, maka berikut ini penulis kemukakan beberapa definisi/bantuan dari beberapa ahli.
Samidjo Mardiani memberikan definisi motivasi belajar sebagai berikut: “Motivasi belajar yaitu berbagai usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam proses perkembangannya yang meliputi maksud tekat, hasrat, kemauan, kehendak, cita-cita dan sebagainya untuk mencapai tujuan.”[11]
Menurut Afifudin, bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri anak yang mampu menimbulkan kesemangatan / kegairahan belajar.[12]
Sedangkan menurut Drs. Amir Dien Indra Kusuma dalam bukunya Pengantar Ilmu pendidikan, dikatakan sebagai berikut :
“Motivasi belajar ialah kekuatan-kekuatan atau tenaga-tenaga yang dapat memberikan dorongan kepada kegiatan belajar murid”[13]
Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka motivasi belajar adalah dorongan atau hasrat kemauan untuk melaksanakan kegiatan belajar dalam rangka mencapai tujuan.
Dengan adanya dorongan di atas, maka motivasi belajar erat kaitannya dengan tujuan yang akan dicapai, maka keadaan yang menyebabkan timbulnya belajar mereka, sehingga adanya tujuan-tujuan baru yang akan dicapai lagi. Timbulnya kegiatan belajar biasanya didorong oleh suatu atau beberapa keinginan, hasrat, kemauan atau kebutuhan. Dengan demikian tampaklah betapa pentingnya motivasi belajar di dalam diri setiap murid.
Dalam melakukan aktivitas, seseorang didorong oleh adanya faktor-faktor kebutuhan biologis, instink, unsur-unsur kejiwaan yang lain serta adanya pengaruh perkembangan budaya manusia. Sebenarnya semua faktor-faktor itu tidak dapat dipisahkan dari soal kebutuhan, kebutuhan dalam arti luas, baik kebutuhan yang bersifat biologis maupun psikolois. Menurut Morgan yang ditulis kembali oleh S. Nasution, dikatakan bahwa manusia itu memiliki berbagai kebutuhan.[14]
Kebutuhan-kebutuhan itu dapat diuraikan sebagai berikut :
1.     Kebutuhan untuk Berbuat Sesuatu Aktivitas.
Hal ini bagi anak sangat penting, karena perbuatan sendiri itu mengandung suatu kegembiraan baginya. Sesuai dengan konsep ini, maka bagi orang tua yang memaksa anak untuk diam di rumah saja, adalah bertentangan dengan hakekat anak. Aktivies in if celf is a puasuse. Hal ini dapat dihubungkan dengan suatu kegiatan belajar bahwa pekerjaan atau belajar itu akan berhasil kalau disertai dengan rasa gembira.
2.     Kebutuhan untuk menyenangkan orang lain.
Banyak orang yang dalam kehidupannya memiliki motivasi untuk banyak berbuat sesuatu demi kesenangan orang lain.
3.     Kebutuhan untuk mencapai hasil
Suatu pekerjaan atau kegiatan belajar ini akan berhasil baik, kalau disertai dengan “pujian” Aspek “pujian” ini merupakan dorongan bagi seseorang untuk bekerja dan belajar dengan giat.
4.     Kebutuhan untuk mengatasi kesulitan
Suatu kesulitan atau hambatan, mungkin cacat, mungkin akan menimbulkan rasa rendah diri, tetapi hal ini menjadi dorongan untuk mencari konpensasi dengan usaha yang tekun dan luar biasa sehingga tercapai kelebihan atau keunggulan dalam bidang tertentu. Sikap anak terhadap kesulitan atau hambatan ini banyak bergantung pada keadaan dan sikap lingkungan. Sehubngan dengan ini maka peranan motivasi sangat penting dalam upaya menciptakan kondisi-kondisi tertentu yang lebih kondusif bagi mereka untuk berusaha mencapai keunggulan.
Kebutuhan manusia telah dijelaskan di atas senantiasa akan selalu berubah. Begitu juga motif, metode yang selalu berkait dengan kebutuhan tertentu akan berubah atau bersifat dinamis sesuai dengan keinginan dan perhatian manusia. Relevan dengan soal kebutuhan itu, maka timbullah teori tentang motivasi.
Tentang teori motivasi ini lahir dan awal perkembangannya ada di kalangan psikolog. Menurut ahli ilmu jiwa, dijelaskan bahwa dalam motivasi itu ada suatu hirarki, maksudnya motivasi itu ada tingkatan-tingkatannya, yakni dari bawah ke atas. Dalam hal ini ada beberapa teori tentang motivasi yang selalu bergayut dengan soal kebutuhan, antara lain.[15]
1.     Kebutuhan fisiologis
Seperti lapar, yakni rasa aman. Kebutuhan untuk istirahat, dan sebagainya.
2.     Kebutuhan akan keamanan, yakni rasa aman, kecemasan bebas dari rasa takut.
3.     Kebutuhan akan cinta dan kasih, rasa diterima dalam suatu masyarakat atau golongan (keluarga, sekolah, kelompok)
4.     Kebutuhan untuk mewujudkan diri sendiri, yakni mengembangkan bakat dengan usaha mencapai hasil dalam bidang pengetahuan, sosial, pembentukan pribadi.
Disamping itu ada teori-teori yang perlu diketahui:[16]
1.     Teori Insting
Menurut teori ini tindakan sikap diri manusia diasumsikan seperti tingkah jenis animal / binatang. Tindakan manusia itu dikatakan selalu berkait dengan instink atau pembawaan. Dalam memberikan respon terhadap adanya kebutuhan seolah-olah tanpa dipelajari. Tokoh dari teori ini adalah Mc. Daugall.
2.     Teori Fisiologis
Teori ini disebut “behaviour teories.” Menurut teori ini semua tindakan manusia itu berakar pada usaha pemenuhan kebutuhan dan untuk kepentingan fisik. Atau disebut sebagai kebutuhan primer.
3.     Teori Psikoanalitik
Teori ini mirip dengan teori instink, tetapi telah ditekankan pada unsur-unsur kejiwaan yang ada pada diri manusia karena adanya unsur pribadi manusia, yakni id dan ego. Tokoh teori ini adalah Frued.
D. Ciri-ciri Motivasi
Untuk melengkapi uraian mengenai makna dan teori tentang motivasi, perlu dikemukakan adanya beberapa cirri motivasi. Motivasi yang ada pada diri setiap orang itu memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
1.     Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).
2.     Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa) tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya).
3.     Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah untuk orang dewasa.
4.     Lebih senang bekerja mandiri.
5.     Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja sehingga kurang aktif).
6.     Dapat mempertahankan pendapatnya. (kalau sudah yakni akan sesuatu)
7.     Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.
8.     Senang mencari dan memecahkan maasalah soal-soal.
Apabila seseorang memiliki cirri-ciri seperti di atas, berarti seseorang itu memiliki motivasi yang cukup kuat. Ciri-ciri motivasi seperti itu akan sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar akan berhasil baik, kalau siswa tekun mengerjakan tugas, ulet dalam memecahkan berbagai masalah dan hambatan secara mandiri. Siswa yang belajar dengan baik tidak terjebak pada sesuatu yang rutinitas dan mekanis. Siswa yang harus mempertahankan pendapatnya, kalau ia sudah yakin dan dipandangnya cukup rasional. Bahkan lebih lanjut siswa harus juga peka dan responsive terhadap berbagai masalah umum, dan bagaimana memikirkan pemecahannya. Hal-hal itu semua harus dipahami benar oleh guru, agar dalam berinteraksi dengan siswanya dapat memberikan motivasi yang tepat dan optimal.
E. Fungsi Motivasi dalam Belajar
Agar siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal, maka diperlukan adanya motivasi. Perlu ditekankan bahwa motivasi bertalian dengan suatu tujuan.
Sehubungan dengan hal tersebut, ada tiga fungsi motivasi:[17]
1.     Mendorong manusia untuk berbuat. Jadi, sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2.     Menentukan arah perbuatan, yakni kea rah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
3.     Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan. Apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seorang siswa yang akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik, sebab tidak serasi dengan tujuan.
Disamping itu, ada juga fungsi-fungsi motivasi lain. Motivasi dapat juga sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Dengan kata lain, bahwa dengan adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan dapat menelurkan prestasi yang baik. Intensitas motivasi seorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya.
F. Bentuk-bentuk Motivasi
Berbicara tentang macam atau jenis motivasi ini dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Dengan demikian motivasi atau motif-motif yang aktif itu sangat bervariasi. Dengan demikian bentuk-bentuk motivasi adalah sebagai berikut :
1.     Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya.
a.      Motif-motif bawaan, yaiktu motif yang dibawa sejak lahir, jadi motivasi ini tanpa dipelajari.
b.     Motif-motif yang dipelajari, maksudnya motif-motif yang timbul karena dipelajari.
2.     Motivasi jasmaniah dan rohaniah
a.      Yang termasuk motivasi jasmaniah seperti refelks, instink, otomatis, nafsu. Sedangkan yang termasuk motif rohaniah, yaitu kemauan
3.     Motivasi intrinsic dan ekstrinik
a. Motivasi intrinsic, yaitu motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar. Karena diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Perlu diketahui bahwa siswa yang memiliki tujuan orang yang terididik, yang berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tertentu. Satu-satunya jalan untuk menuju yang ingin dicapai adalah belajar. Tanpa belajar tidak mungkin mendapat pengetahuan. Dorongan yang menggerakkan itu bersumber pada suatu kebutuhan. Kebutuhan yang berisikan keharusan untuk menjadi orang yang terdidik dan berpengathuan. Jadi, memang motivasi itu muncul dari kesadaran diri sendiri dengan tujuan secara esensial, bukan sekedar symbol dan seremonial.
b. Motivasi ekstrinsik, yaitu motif-motif yang aktif berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Perlu ditegaskan, bukan berarti bahwa motivasi ekstrinsik ini tidak baik dan tidak penting. Sebab, kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah, dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses belajar mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa, sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik.[18]


[1] Rustana Ardiwanata, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta, Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Guru Agama, Depag RI, 1986), hal. 330
[2] Srikun (1996)
[3] Sri Kun Pribadi, Profesi Keguruan,, (Jakarta, 1976).
[4] W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran,, (Jakarta, Grasenda, 1996), Cet IV, hal. 190-193.
[5] Ibid, hal. 250.
[6] Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, (CV. Haji Masagng, 1989)
[7] T. Raka Joni (1994)
[8] Ibid, hal. 250
[9] H.M. Arifin, Buku Materi Poko Bimbingan dan Konseling. (Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan UT, Jakarta, 1991).
[10] Warkitri, H. Dra, dkk Buku Materi Pokok Landasan Kependidikan 1-12 (Jakarta, Universitas Terbuka, 1992)
[11] Samidjo Mardiani, Bimbingan Belajar, (Bandung, Armico, 1985) hal 10
[12] Afifudin, Psikologi Pendidikan Anak Usia Sekolah Dasar, (Penerbit Harapan Massa, Solo, 1986), hal. 110.
[13] Amier Dien Indra Kusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Penerbit Usaha Nasional, Surabaya, 1973), hal. 162
[14] Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996) hal 78-80
[15] Ibid, hal 80.
[16] Sutarjo, Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi, (Gajah Mada Univesity Press. Cet III, Yogyakarta, 1991), hal 197.
[17] Ibid, hal 85
[18] Ibid, hal 80-91

No comments:

Post a Comment