Thursday, October 3, 2013

Membuat Visi-Misi dan Tujuan Pontren


A. Pendahuluan
Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam di Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam dan mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian. Pesantren telah hidup sejak lama, bangkan telah menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat Muslim.
Pesantren telah diakui sebagai lembaga pendidikan yang telah ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada masa kolonialisme berlangsung, pesantren merupakan lembaga pendidikan agama yang sangat berjasa dalam mencerahkan dunia pendidikan. Tidak sedikit pula pemimpin bangsa yang ikut berjuang memerdekakan negara Kesatuan Republik Indonesia dan memplokramirkan kemerdekaannya, adalah alumni pesantren, atau setidak-tidaknya pernah nyantri di pesantren.
Sekarang, seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju dan permasalahan yang bertambah kompleks, kontribusi pesantren masih terus diharapkan. Dengan tantangan dan tuntutan yang jauh berbeda, pesantren harus terus melakukan semangat terbarukan—seperti slogannya Pertamina—dengan berbagai sumbangan pemikiran maupun dalam upaya peningkatan sumber daya manusia.
Untuk itulah, upaya “reinventing dan re-eksisting nilai-nilai pesantren” sebagai ikon peradaban merupakan agenda penting yang harus dilakukan dengan cermat dan saksama. Agar, keberadaan pesantren tidak menguap ditelan gerak peradaban yang terus melaju cepat. Salah satu cara untuk mewujudkan itu adalah dengan memperbarui visi dan misi pesantren itu sendiri yang sesuai dengan semangat zaman.
Ketika muncul pertanyaan: ”Apakah pesantren Anda mempunyai visi dan misi?” Semuanya akan menjawab punya. Tapi, problem besar yang sering terjadi adalah seberapa besar peran visi dan misi mereka susun itu bagi organisasi. Apakah visi dan misi tersebut dipakai sebagai kekuatan dalam mencapai tujuan organisasi ataukah hanya berakhir sebagai hiasan dinding yang dipajang di kantor?
Sebagai elemen mendasar dalam organisasi—termasuk pesantren, visi dan misi digunakan supaya organisasi bergerak pada track yang diamanatkan oleh para stakeholder dan berharap mencapai kondisi yang diinginkan dimasa yang akan datang. Perumusan visi misi biasanya merupakan proses yang melelahkan bahkan sering menjadi perdebatan sendiri antar anggota organisasi.
Institusi pendidikan seperti pesantren sebagai sebuah organisasi, sudah seyogianya—bahkan seharusnya—mempunyai suatu visi dan misi. Tidak peduli seberapa tradisional atau kolotnya pesantren tersebut. Di beberapa pesantren tradisional, visi dan misi ini tidak secara jelas diungkapkan. Dalam artian, cukup ada dalam benak dan hati pendiri atau pengasuhnya. Tidak ditulis dan ditunjukkan kepada stake holder pesantren lainnya. Padahal, pengetahuan terhadap visi dan misi bagi seluruh stake holder pesantren akan membantu mereka dalam mengembangkan pesantren itu sendiri. 
B. Pengertian Visi dan Misi
Sebelum melangkah lebih jauh dalam mewujudkan cita-cita pesantren, kita perlu merumuskan ide dasar atau visi sebagai kerangka utama. Visi merupakan ekspektasi (harapan) penyelenggara terhadap program (baca: pesantren) yang hendak dibangun. Visi dapat pula sebagai teropong ide yang mengantarkan kita pada cita-cita yang dimaksud dalam program tersebut.[1] Perumusan visi menggambarkan keinginan ideal penyelenggara atas program (pesantren) yang kemudian akan diturunkan dalam tujuan, arah, dan target pesantren itu sendiri.
Sebagaimana yang penulis kutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sebagai berikut: 
Visi adalah : 
  1. Kemampuan untuk melihat pada inti persoalan;  
  2. Pandangan atau wawasan ke depan
  3. Kemampuan untuk merasakan sesuatu yang tidak tampak melalui kehalusan jiwa dan ketajaman penglihatan;   
  4. Apa yg tampak dalam khayalan;  
  5. Penglihatan; pengamatan.[2]
Jadi, dari maksud dalam kamus tersebut, dalam dipahami bahwa visi adalah cara pandang jauh ke depan kemana organisasi harus dibawa agar dapat eksis, antisipatif dan inovatif. Visi adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang diinginkan oleh organisasi.
Dengan pada itu, maka penetapan visi, sebagai bagian dari perencanaan strategis, merupakan suatu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi. Visi tidak hanya penting pada waktu mulai berkarya, tetapi juga pada kehidupan organisasi itu selanjutnya. Kehidupan organisasi sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan internal dan eksternal. Oleh karenanya, visi organisasi juga harus menyesuaikan dengan perubahan tersebut.
Pada hakikatnya tidak ada visi organisasi, yang ada adalah visi-visi pribadi dari anggota organisasi.  Namun, kita harus mampu merumuskan gambaran bersama mengenai masa depan, berupa komitmen murni tanpa adanya rasa terpaksa. Visi adalah mental model masa depan, dengan demikian visi harus menjadi milik bersama dan diyakini oleh seluruh anggota organisasi. Dalam konteks pesantren, visi haruslah bukan hanya monopoli dari sang kiai, akan tetapi juga harus dikomunikasikan dan disepakatkan—setidaknya—terhadap para pengurus pesantren atau yayasan tersebut.
Sedangkan menurut Tony Buzan dalam buku The Power of Spiritual Intelegence, visi didefinisikan sebagai kemampuan berpikir atau merencanakan masa dengan dengan bijak dan imajinatif, menggunakan gambaran mental tentang situasi yang dapat dan mungkin di masa mendatang.
Dengan demikian, visi merupakan titik permulaan dari kenyataan hari esok suatu organisasi, termasuk pesantren. Visi yang benar merupakan suatu gagasan yang sangat ampuh yang dapat membuat loncatan awal ke masa dengan dengan memadukan segala sumberdaya untuk mewujudkan visi tersebut. Visi yang benar memiliki daya tarik dan menyebabkan orang lain membuat komitmen, membangkitkan tenaga dan semangat, mampu menciptakan makna kehidupan, dan menjadi jembatan antara apa yang dilakukan sekarang dengan yang diinginkan di masa depan
Sementara itu, maksud dari Misi berdasarkan kamus yang sama adalah:
  1. Perutusan yg dikirimkan oleh suatu negara ke negara lain untuk melakukan tugas khusus dl bidang diplomatik, politik, perdagangan, kesenian, dsb;
  2. Tugas yg dirasakan orang sbg suatu kewajiban untuk melakukannya demi agama, ideologi, patriotisme, dsb;
  3. Kegiatan menyebarkan Kabar Gembira (Injil) dan mendirikan jemaat setempat, dilakukan atas dasar pengutusan sbg kelanjutan misi Kristus;[3]
Jadi, misi merupakan pernyataan yang menetapkan tujuan organisasi dan sasaran yang ingin dicapai. Pernyataan misi membawa organisasi kepada suatu fokus. Misi menjelaskan mengapa organisasi itu ada, apa yang dilakukannya, dan bagaimana melakukannya.
Dr. Riant Nugroho dalam bukunya Perencanaan Strategis in Action, menuliskan bahwa misi adalah tujuan yang melekat pada setiap organisasi sampai organisasi tersebut bubar. Misi organisasi memberikan acuan kepada pemimpin untuk merumuskan visi yang sesuai dengan kapasitas si pemimpin untuk membuat mission accomplished melalui kapasitas dan keunggulannya.[4]
Misi adalah sesuatu yang harus dilaksanakan oleh organisasi agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik. Dengan pernyataan misi tersebut, diharapkan seluruh pegawai dan pihak yang berkepentingan dapat mengenal organisasi dan mengetahui peran dan program-programnya serta hasil yang akan diperoleh dimasa mendatang.
Menurut Peter F. Drucker, fondasi dari kepemimpinan yang efektif adalah memikirkan visi dan misi organisasi, mendefinisikan dan menegakkannya secara jelas dan nyata. Pemimpin menetapkan tujuan, menentukan prioritas serta menetapkan dan memonitor standar.[5]
C. PerbedaanVisi dan Misi
Apa beda visi dengan misi?
Pertama, visi adalah gambaran mental.
Kedua, visi juga adalah sesuatu yang ada di masa depan.
Karena kedua aspek itu, maka visi seringkali bersifat abstrak, arah umum dan cenderung abstrak. Misi adalah perwujudan dari visi tadi. Bila visi adalah impian, maka misi adalah wujud atau bentuk dari impian tadi. Misalnya, impian Anda adalah memiliki sebuah pusat pembelajaran yang ikut membangun bangsa serta mensejahterakan banyak orang. Maka misi Anda mungkin mewujudkan suatu lembaga pelatihan kewiraswastaan. Dapat juga misi Anda adalah mewujudkan suatu universitas yang khusus mendidik orang untuk menjadi manager profesional yang baik. Misi juga dapat merupakan rumusan apa yang secara nyata Anda akan lakukan untuk menghasilkan impian tadi.
Sebagai perbandingan dan contoh, berikut saya kutipkan visi dan misi beberapa pondok pesantren di Indonesia:
a. Pondok Modern Gontor[6]
Visi
Sebagai lembaga pendidikan pencetak kader-kader pemimpin umat, menjadi tempat ibadah talab al-’ilmi; dan menjadi sumber pengetahuan Islam, bahasa al-Qur’an, dan ilmu pengetahuan umum, dengan tetap berjiwa pesantren.
Misi
  1. Membentuk generasi yang unggul menuju terbentuknya khaira ummah.
  2. Mendidik dan mengembangkan generasi mukmin-muslim yang berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengeta-huan luas, dan berpikiran bebas, serta berkhidmat kepada masyarakat.
    Mengajarkan ilmu pengetahuan agama dan umum secara seimbang menuju terbentuknya ulama yang intelek.
    Mewujudkan warga negara yang berkepribadian Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.
Tujuan
  1. Terwujudnya generasi yang unggul menuju terbentuknya khaira ummah. 
  2. Terbentuknya generasi mukmin-muslim yang berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas, dan berpikiran bebas, serta berkhidmat kepada masyarakat.
  3. Lahirnya ulama intelek yang memiliki keseimbangan dzikir dan pikir. 
  4. Terwujudnya warga negara yang berkepribadian Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.

b. Pondok Pesantren Al-Hamidiyah Depok Jawa Barat[7]
Visi
Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang unggul dalam ilmu pengetahuan agama dan luas dalam ilmu pengetahuan umumnya sehingga menghasilkan kader Ulama yang intelektual, cerdas, terampil, percaya diri, berkepribadian kuat, mampu mengembangkan diri dan mampu mengembangkan umat manusia seutuhnya serta bertanggungjawab terhadap masyarakat.
Misi
  1. Menyiapkan kader-kader muslim yang menguasai ilmu pengetahuan agama Islam dan ilmu pengetahuan umum yang luas dan mendalam serta memiliki pribadi muslim yang berakhlak mulia.  
  2. Menyiapkan kader muslim yang memiliki sifat istiqomah terhadap ajaran yang diyakini dan mampu mengamalkan kepada masyarakat.  
  3. Menyiapkan kader muslim yang luas wawasan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dengan dilandasi nilai-nilai ajaran Islam yang kuat dan mampu menerapkan dalam kehidupan masyarakat.
  4. Mewujudkan Pesantren Al-Hamidiyah Depok menjadi pesantren yang unggul dan berkualitas yang menjadi rujukan pesantren lainnya.
  5. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan professional tenaga pendidik sesuai dengan perkembangan dunia pendidikan. 
Tujuan
  1. Mendidik santri yang memiliki iman yang kuat dan kepercayaan yang mantap terhadap kebenaran seluruh ajaran Islam yang diwahyukan Allah SWT., kepada nabi Muhammad SAW.  
  2. Beriman, berakhlak mulia, beramal shaleh, cakap, serta memiliki kesadaran dan tanggung jawab atas kesejahteraan umat manusia dan masa depan negara Republik Indonesia.  
  3. Mendidik santri agar mampu berpikir rasional dilandasi dengan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan mampu menjabarkan pada agama Islam sehingga dapat mengembangkan prikehidupan masyarakat.
  4. Mendidik santri agar memiliki kemampuan menuangkan buah pikirannya yang rasional, metodologi yang tepat dan mampu menuliskan sebagai karya tulis, laporan penelitian atau kajian telaah yang berguna bagi upaya peningkatan kualitas dan pengembangan ilmu dakwahnya.
  5. Tercapainya kehidupan baik di dalam maupun di luar pesantren berciri khas Islam dan nilai-nilai kepesantrenan.

c. Pondok Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan Jawa Barat[8]
Visi
Menjadi lembaga pendidikan Islam yang berkualitas sebagai
kontributor terdepan dalam mencetak kader da’i.
Misi
  1. Transformasi ilmu pengetahuan dan bahasa;
  2. Menanamkan nilai-nilai Islam dan akhlaqul karimah;
  3. Da’wah dan mengarahkan masyarakat menuju kehidupan yang islami.
Tujuan
  1. Mendidik santri yang memiliki iman yang kuat dan kepercayaan yang mantap terhadap kebenaran seluruh ajaran Islam yang diwahyukan Allah SWT., kepada nabi Muhammad SAW.
  2. Beriman, berakhlak mulia, beramal shaleh, cakap, serta memiliki kesadaran dan tanggung jawab atas kesejahteraan umat manusia dan masa depan negara Republik Indonesia.
  3. Mendidik santri agar mampu berpikir rasional dilandasi dengan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan mampu menjabarkan pada agama Islam sehingga dapat mengembangkan prikehidupan masyarakat.
  4. Mendidik santri agar memiliki kemampuan menuangkan buah pikirannya yang rasional, metodologi yang tepat dan mampu menuliskan sebagai karya tulis, laporan penelitian atau kajian telaah yang berguna bagi upaya peningkatan kualitas dan pengembangan ilmu dakwahnya.
  5. Tercapainya kehidupan baik di dalam maupun di luar pesantren berciri khas Islam dan nilai-nilai kepesantrenan.

D. Peran Visi dan Misi
            Tidak dipungkiri, visi dan misi mempunyai peran besar dalam menentukan masa depan suatu organisasi atau personal. Visi dan misi pesantren juga sangat menentukan langkah pesantren itu sendiri dalam usaha menciptakan kader-kader muslim yang tangguh dan luas pemahaman agamanya.
Visi dan misi membuat pemiliknya terdorong untuk memfokuskan hidup mereka. Visi dan misi yang tajam bahkan dapat ditawarkan untuk menjadi visi dan misi bersama (shared-vision). Dengan visi bersama, maka semakin banyak orang yang berpartisipasi untuk mencurahkan energinya untuk mewujudkan hal tadi. Fantasi tidak akan memiliki kekuatan untuk menggerakkan orang serupa itu karena fantasi tidak dimulai dari kenyataan yang diterima bersama melainkan kenyataan yang dihayati secara pribadi saja.
            Secara ringkas, ada beberapa peran penting yang dapat diwujudkan dengan visi dan misi yang baik, sebagai berikut:
  1. Visi dan misi akan menolong kita untuk menyusun cara mencapai atau strategi menggapainya.
  2. Visi dan misi kita akan menolong merumuskan prioritas bahkan menghindarkan kita melakukan apa yang tidak berguna bagi pencapaiannya. Dengan demikian kita hidup dengan efektif dan efisien. Berbagai godaan dan pilihan yang menyimpangkan kita dari arah kita dapat ditolak karena kita memiliki kriteria yang jelas.
  3. Adanya visi dan misi yang jelas akan mempermudah kita menginspirasikan orang yang ada bersama kita untuk mengejar dan mewujudkannya. Mereka memiliki kepastian kemana kita pergi dan kemana kita tidak akan berjalan.
  4. Visi dan misi menolong kita untuk mengevaluasi diri apakah kita sudah mendekati atau menjauhi visi dan misi tadi. Kita dapat juga mengevaluasi kecepatan gerak kita ke arah yang kita tuju. Hal ini sama seperti ketika seorang penjelajah kutub utara yang dapat mengukur berapa jauh ia sudah berjalan menuju kutub.[9]
E. Ciri-ciri Visi dan Misi yang Baik
Sebelum kita mengetahui cara menyusun visi dan misi, ada baiknya kita lihat dulu ciri-ciri visi dan misi yang baik. Tokoh pengembangan sumber daya manusia dan ketenaga kerjaan, Jansen Sinamo (2005) memberikan beberapa kriteria mengenai kriteria visi dan misi yang hidup dan efektif, yang terpenting yang bisa saya ambil yaitu:
  1. Visi-misi harus sesuai dengan roh zaman dan semangat perjuangan organisasi;
  2. Visi-misi harus mampu menggambarkan sosok organisasi idaman yang mampu memikat hati orang;
  3. Visi-misi harus mampu menjelaskan arah dan tujuan organisasi;  
  4. Visi-misi harus mudah dipahami karena diungkapkan dengan elegan sehingga mampu menjadipanduan taktis dan strategis;
  5. Visi-misi harus memiliki daya persuasi yang mampu mengungkapkan harapan, aspirasi, sentimen, penderitaan para stakeholder organisasi;
  6. Visi-misi harus mampu mengungkapkan keunikan organisasi dan menyarikan kompetensi khas organisasi tersebut yang menjelaskan jati dirinya dan apa yang mampu dilakukannya;
  7. Visi-misi harus ambisius, artinya ia harus mampu mengkiristalkan keindahan, ideal kemajuan, dan sosok organisasi dambaan masa depan, sehingga mampu meminta pengorbanan dan investasi emosional dari segenap stakeholder organisasi.
Selain itu, dalam penyusunan visi dan misi juga harus diperhatikan hal-hal berikut agar visi dan misi itu bisa menjadi roh sebuah organisasi:
  1. Singkat - sehingga mudah diingat dan dipahami;
  2. Konsepnya harus sederhana dan padat sehingga orang yang sederhanapun tidak mengalami kesulitan untuk memahaminya;
  3. Karena orang banyak memiliki aspek emosi, nalar dan perilaku, maka visi dan misi tadi harus mampu menyentuh emosi orang dan menjadi tumpuan yang mengilhamkan;
  4. Visi dan misi juga harus mudah diingat dan karenanya harus menimbulkan gambaran mental. Misalnya, misi untuk menghasilkan sebuah komputer sederhana untuk tiap rumah digambarkan sebagai memberikan stop kontak bagi tiap rumah.[10]
Dalam hal perumusannya, terdapat perbedaan pendapat mengenai mana yang harus ditetapkan terlebih dahulu; visi atau misi? di kalangan pakar dan praktisi manajemen strategik terdapat perbedaan pendapat mengenai apakah misi dulu yang dietapkan baru misi atau sebaliknya.
Fred R. David (2003) berpendapat visi dirumuskan lebih dulu baru misi. Gerry Johnson dan Kevan Scholes (1996) serta Robert S. Kaplan dan David P. Norton (2003) berpendapat misi yang dirumuskan terlebih dulu. Peter F Drucker berpendapat “hanya Terlepas dari apakah misi atau visi yang ditetapkan terlebih dahulu, pernyataan misi hendaknya dapat dengan jelas menunjukkan alasan keberadaan dan “bisnis” atau kegiatan pokok organisasi yang bersangkutan yang berkenaan dengan nilai dan harapan para stakeholder.
Menurut penulis, dalam sebuah pergerakan (baik organisasi maupun pribadi), kita harus menemukan dulu misi pergerakan itu, baru kemudian tetapkan visinya. Menerapkan visi tanpa mendefenisikan misi terlebih dulu adalah seperti “mau ke Bandung”, tapi kagak tau kenapa harus ke Bandung atau mau ngapain di sana. Akan tetapi, perbedaan ini sebenarnya tidak perlu terlalu diperdebatkan karena pada dasarnya antara misi dan visi terdapat interaksi dan saling pengaruh antar keduanya.
F. Langkah-langkah Menyusun Visi dan Misi
Pesantren sebagai model lembaga pendidikan tertua di Indonesia, saya kira juga harus mengikuti langkah-langkah modern—seperti harus punya visi dan misi. Jadi, tidak sekadar terlintas dalam benak kiai ataupun pengasuhnya saja (seperti yang saya sebutkan sebelumnya dalam pendahuluan). Lantas, apakah yang diperlukan dan bagaimana langkah demi langkah menyusun serta menetapkan visi dan misi organisasi/pesantren kita? Untuk menyusun visi dan misi yang sesuai, maka faktor-faktor pembentuk misi berikut ini harus dipertimbangkan:   

1. Sejarah 
Sebaiknya para calon pendiri pesantren—jika pesantren itu baru—berkumpul untuk mendiskusikan dan menetapkan bagaimana pesantren itu akan diwujudkan. Bagaimana ide pesantren tersebut muncul dan idealisme apa yang mendorong jajaran pengasuh maupun pengurus untuk mendirikan tersebut, tentunya akan menjadi titik awal sejarah pesantren itu sendiri.
Misalnya, latar belakang dan sejarah pendirian pesantren adalah karena idealisme untuk menyediakan lembaga pendidikan agama terbaik dan menciptakan kader-kader ulama yang mumpuni di masa mendatang. Atau, dilatarbelakangi dengan kondisi masyarakat yang terus digerus arus kristenisasi yang marak di daerah tersebut. Semua itu bisa menjadi acuan yang baik dan tepat dalam menyusun visi dan misi pesantren. 

2. Preferensi masa kini
Setelah kita merekam sejarah (masa lalu) yang menjadi dasar pendirian pesantren, maka tugas berikutnya adalah melakukan pengenalan dan inventarisasi atas preferensi saat ini. Kita catat bagaimana pandangan pengasuh maupun pengurus atas kondisi terkini yang terkait dengan dunia pesantren dan pendidikan agama. Dengan catatan tersebut, setidaknya dapat terbentuk preferensi yang tepat dengan keadaan terkini.
Misalnya, para pengurus melihat mayoritas pesantren di Indonesia ini identik dengan tempat yang kumuh, kotor, jorok, lazim terkena penyakit kudis, atau hal-hal kurang menyenangkan lainnya, maka kita bisa membuat nilai tambah atau bahkan yang baru dengan beranjak dari kondisi terkini yang kurang baik tersebut.
Atau misalkan pula, kita melihat bahwa alumni pesantren kurang bisa bersaing di masyarakat. Maka, pesantren yang akan kita bangun mungkin bisa membuat terobosan dengan membuat bidang-bidang usaha; seperti peternakan, pertanian, toko, bengkel, dan lain sebagainya sebagai bentuk ketrampilan, di samping tetap mengajarkan ilmu agama sebagai menu utama. 

3. Lingkungan pasar
Pesantren sekarang tidak lagi sekadar menjadi lembaga pendidikan semata yang berdasarkan ilmu ikhlas. Akan tetapi, juga telah menjadi lahan bisnis dan usaha yang bagi beberapa pihak cukup menjanjikan. Maka, dari itu, agar ke depannya pesantren kita tidak sepi peminat, perlulah kita mencermati detil kondisi lingkungan yang ada. Bila perlu, lakukan analisa mendalam dari saat ke belakang hingga prediksi ke depan. Termasuk berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi.
Dari hasil analisa, munculkan model pesantren yang punya diferensiasi tersendiri. Berbeda dengan pesantren-pesantren yang telah ada. Pembedaan mencakup banyak faktor. Kita bisa memilihnya salah satu; bisa dari fasilitas yang disediakan untuk para santri, bisa mengidentifikasikan diri sebagai pesantren khusus tahfidz, pesantren khusus kajian ilmu fikih, kajian ilmu hadis, atau bahkan khusus mempelajari ilmu kanuragan dan tenaga dalam. 

4. Sumber daya
Ini yang penting. Kita kudu mulai mengnventarisir dan mengukur sumber daya yang dimiliki pesantren di tahap awal ini. Mulai dari tanah yang tersedia; apakah masih sewa, tanah wakaf, atau dari mana. Begitu pula dengan SDM yang dimiliki pesantren. Termasuk kualitas dan kemampuan sang kiai. Hasil dari inventarisir dan pengukuran tersebut akan menentukan posisi pesantren dan kemudian menetapkan tujuan realistik yang sesuai dengan kemampuan.Maka, tidaklah lucu jika kiai di pesantren itu pakar di ilmu hadis, kok mau mendirikan pesantren dengan spesialisasi ilmu kanuragan, atau sebaliknya.  

5. Kompetensi yang membedakan
Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya dalam poin lingkungan pasar, poin ini adalah aplikasi sesungguhnya. Ya, berdasarkan inventarisir kondisi pasar, maka hal yang perlu kita lakukan adalah menyiapkan faktor pembeda (differentiation) pada pesantren kita. Ini dilakukan untuk menarik calon-calon santri dan menghindari kelesuan peminat terhadap pesantren kita.
Begitulah, beberapa hal yang perlu didiskusikan dan dijadikan pertimbangan oleh para pengurus dan pengasuh saat hendak mendirikan pesantren, atau hendak memulai dari awal mengembangkan pesantren. Kemudian, setelah beberapa poin tersebut diperhatikan, ada beberapa unsur utama dalam penyusunan misi sebagai berikut:
  1. Penekanan pada hal-hal yang terbatas kuantitasnya
  2. Penekanan pada kebijakan dan nilai utama yang ingin dihormati
  3. Mendefinisikan lingkup kompetensi utama seperti santri, kompetensi, segmen santri, vertikal dan geografis.
Setelah itu, kemudian ajukan pertanyaan-pertanyaan mendasar penyusunan misi yang setidaknya terdiri atas:
  1. Seperti apa pesantren kita?
  2. Siapa calon santri kita?
  3. Kompetensi unggulan apakah yang diberikan kepada santri?
  4. Seperti apakah yang seharusnya kita lakukan?
Visi dan misi tidak seharusnya menjadi penghias dinding belaka. Maka, seluruh stake holder sebuah organisasi pesantren harus mengetahui dan memahami visi dan misi yang hendak dicapai. Makanya, perlu ada sosialisasi yang kontinyu dan berkesinambungan terhadap semua pihak. Ini demi tercapainya niat awal pesantren dan bergerak sesuai alurnya.
G. Merumuskan Tujuan Pesantren
Sebagai sebuah sistem untuk mencapai tujuan bersama, organisasi pesantren tujuan yang jelas. Tujuan tersebut pun harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga semua anggota lingkungan pesantren tersebut mengerti dan meresapinya. Hal ini akan lebih apabila tujuan tersebut dirumuskan secara tertulis dan terperinci. Dengan demikian, perumusan tujuan dari tiap komponen kegiatan yang dilaksanakan di pesantren tersebut akan jelas.
Musthofa Syarif, BA, dalam bukunya Administrasi Pesantren menyebutkan bahwa tujuan umum dari pesantren adalah membina warga negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupan serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat, dan negara.[11]
Adapun tujuan khusus pesantren dapat dijabarkan sebagai berikut:
  1. Mendidik siswa/santri anggota masyarakat untuk menjadi seorang muslim yang bertakwa kepadaAllah SWT, berakhlak mulia, memiliki kecerdasan, ketrampilan dan sehat lahir batin sebagai warga negara yang berpancasila.
  2. Mendidik siswa/santri untuk menjadikan manusia muslim selaku kader-kader ulama dan mubaligh yang berjiwa: ikhlas tabah, tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan sejarah Islam secara utuh dan dinamis.
  3. Mendidik siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan bertanggung jawab kepada pembangunan bangsa dan negara.
  4. Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga) dan regional (pedesaan/masyarakat lingkungannya).
  5. Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai sektor pembangunan, khususnya pembangunan mental spiritual.
  6. Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat lingkungan dalam rangka usaha pembangunan masyarakat bangsa.[12]
Sementara itu, Prof. DR. Amir Yusuf Feisal, dalam Reorientasi Pendidikan Islam, menyebutkan beberapa tujuan pesantren, sebagai berikut:
  1. Mencetak ulama yang menguasai ilmu-ilmu agama. Sebagai pengawal umat yang memberikan peringatan dan pendidikan kepada umatnya untuk bersikap, berpikir, dan berperilaku, serta berkarya sesuai dengan ajaran agama.
  2. Mendidik muslim yang dapat melaksanakan syariat agama.
  3. Mendidik agar objek memiliki ketrampilan dasar yang relevan dengan terbentuknya masyarakat beragama.[13]
Setelah tujuan diketahui, langkah berikutnya adalah menyiapkan program-program yang bisa mendukung tercapainya tujuan-tujuan tersebut. Tiap program yang disusun adalah penerapan dari tujuan yang ada. Selain itu, tiap program/kegiatan yang dilaksanakan di pesantren pun harus dikupas lagi tujuannya masing-masing.
Untuk memilih program dan kegiatan, perlulah beberapa pertanyaan berikut bisa ditanyakan, misalnya:
  1. Apa tujuan mengadakan berbagai kegiatan mengaji?
  2. Apa tujuan mengadakan kegiatan olahraga tertentu di pesantren, bela diri misalnya?
  3. Apa tujuan membuka pendidikan formal?
  4. Apa tujuan kegiatan kesenian?
  5. Apa tujuan kegiatan latihan khitobah?
  6. Dan lain-lain.
Selain itu, untuk mengawal program/kegiatan yang direncanakan bisa berjalan dengan baik dan sesuai target, maka perlu ditunjuk pengawal program. Cukup 2 orang untuk tiap program. Satu orang sebagai konseptor dan satu lagi sebagai pelaksana program. Konseptor bertugas memilih program yang efektif an efisien demi tercapainya tujuan, sementara pelaksana program kebagian melaksanakan program semaksimal mungkin—sesuai dengan arahan dari konseptor program. Mereka berdualah yang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan dan keberhasilan program. Evaluasi hasil dan perjalanan program harus selalu dilakukan secara rutin. Laporan perkembangan atau permasalahan juga perlu dilaporkan berkala kepada pimpinan pesantren—dalam hal ini bisa pengasuh atau pengurus yayasan. 
G. Penutup
Demikian sekilas pembahasan tentang perumusan visi, misi dan tujuan pesantren. Semoga makalah singkat ini bisa memberikan manfaat bagi penulis sendiri, maupun bagi pihak lain yang mau membacanya.    
Terima kasih kepada dosen pengampu Mata Kuliah Pengembangan Pondok Pesantren. Saya pribadi merasa mata kuliah ini cukup menarik. Ternyata, banyak hal dan pengetahuan baru yang dialirkan oleh Pak Dosen. Pengalaman-pengalaman beliau berinteraksi dengan berbagai pesantren maupun dalam dunia pengembangan manajemen perusahaan sangat membantu menjadikan mata kuliah ini menarik dan berkelas.
Saya pribadi mendapatkan pengalaman dan ide-ide segar dari beliau yang insya Allah akan bisa menjadi modal untuk dikembangkan di masa mendatang. Kelak, saat amanah itu telah tiba. Terima kasih sekali lagi buat Pak Dosen. Semoga Allah meridhai kita semua. Amin...
H. Referensi dan Rujukan
  1. Dr. Riant Nugroho, Perencanaan Strategis in Action, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010), cet. 1 hlm. 17.
  2. http://utomokdl.blogspot.com/2007/11/merumuskan-visi-dan-misi.html. diunduh tanggal 9 Juni 2011.
  3. Keputusan A, Musyawarah/Lokakarya Intensifikasi Pengembangan Pondok Pesantren (Jakarta: PPBKPP, 1978), hlm. 2. Seperti dikutip dalam buku Administrasi Pendidikan.
  4. M. Suyanto, Strategic Management; Perusahaan yang Paling Dikagumi Dunia, (Yogyakarta: Andi Publisher, September 2007), cet. 1 hlm. 27.
  5. Mustofa Syarif, Administrasi Pesantren (Jakarta: PT Baryu Barkah, 1979).
  6. Prof. DR. Amir Jusuf Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), cet.1.
  7. Rofik A. dkk, Pemberdayaan Pesantren, Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri dengan metode Daurah Kebudayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), cet. 1 hlm. 45.
  8. Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), cet. I.
  9. Website resmi Pondok Pesantren Al-Hamidiyah Depok: http://www.alhamidiyah.com/?m=1&v=visi. Diunduh tanggal 12 Juni 2011.
  10. Website resmi Pondok Pesantren Gontor: http://gontor.ac.id/about/selayang-pandang/. Diunduh tanggal 12 Juni 2011.
  11. Website resmi PP Husnul Khotimah Kuningan: www.husnulkhotimah.com. Diunduh tanggal 12 Juni 2011.


[1] Rofik A. dkk, Pemberdayaan Pesantren, Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri dengan metode Daurah Kebudayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), cet. 1 hlm. 45.
[2] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), cet. I hlm.
[3] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), cet. I hlm.
[4] Dr. Riant Nugroho, Perencanaan Strategis in Action, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010), cet. 1 hlm. 17.
[5] M. Suyanto, Strategic Management; Perusahaan yang Paling Dikagumi Dunia, (Yogyakarta: Andi Publisher, September 2007), cet. 1 hlm. 27.
[6] Seperti dikutip dalam website resmi Pondok Pesantren Gontor: http://gontor.ac.id/about/selayang-pandang/. Diunduh tanggal 12 Juni 2011.
[7] Seperti dikutip dalam website resmi Pondok Pesantren Al-Hamidiyah Depok: http://www.alhamidiyah.com/?m=1&v=visi. Diunduh tanggal 12 Juni 2011.
[8] Seperti dikutip dalam website resmi PP Husnul Khotimah Kuningan: www.husnulkhotimah.com. Diunduh tanggal 12 Juni 2011.
[11] Mustofa Syarif, Administrasi Pesantren (Jakarta: PT Baryu Barkah, 1979) hlm.18.
[12] Keputusan A, Musyawarah/Lokakarya Intensifikasi Pengembangan Pondok Pesantren (Jakarta: PPBKPP, 1978), hlm. 2. Seperti dikutip dalam buku Administrasi Pendidikan.
[13] Prof. DR. Amir Jusuf Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), cet.1, hlm. 183-184.
Wallahu A’lam Bimuradih ….. !

No comments:

Post a Comment