Pendahuluan
Pendidikan adalah usaha sadar
manusia untuk meningkatkan kualitas dirinya, baik personal maupun kolektif.
Pendidikan juga merupakan suatu upaya manusia untuk memanusiakan dirinya dan
membedakannya dengan makhluk lain. Untuk itu pendidikan menjadi penting,
tatkala manusia berinteraksi dengan manusia lainnya dan pendidikanlah yang akan
membedakan kualitas interaksi tersebut. Interaksi akan terlihat indah jika
didalamnya tertanam nilai-nilai agama (moral). Nilai agama inilah yang akan
membentuk tata aturan supaya hidup menjadi harmonis dan agama pula yang
menjadikan hidup ini terarah.
Agama juga mengatur hubungan
manusia dengan khalik-Nya, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia
dengan alam dan hubungan manusia dengan dirinya yang dapat menjamin
keselarasan, keseimbangan dan keserasian dalam hidup manusia, baik sebagai
pribadi maupun sebagai anggota masyarakat dalam mencapai kemajuan lahiriah dan
kebahagiaan bathiniah.
Sebab itulah pendidikan agama
yang merupakan bagian pendidikan terpenting untuk melestarikan aspek-aspek
sikap dan nilai keagamaan harus dioperasionalkan secara konstruktif dalam
masyarakat, keluarga dan diri sendiri. Pendidikan agama juga harus mempunyai
tujuan yang berintikan tiga aspek, yaitu aspek iman, ilmu dan amal yang
merupakan sendi tak terpisahkan. Disamping itu pula seorang pendidik hendaknya
tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya melainkan juga
akhlak.
Pengertian Pendidikan Agama
Kata “Pendidikan Agama”
terdiri dari dua kata berbeda, yaitu “pendidikan” dan “agama”. Pendidikan
berasal dari kata “didik” yang diberi awalah “pe” dan akhiran “an” yang berarti
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses, perbuatan,
cara mendidik.
Pengertian pendidikan menurut istilah adalah suatu usaha sadar yang teratur dan sistematis, yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi anak mempunyai sifat-sifat dan tabi’at sesuai cita-cita pendidikan.
Pengertian pendidikan menurut istilah adalah suatu usaha sadar yang teratur dan sistematis, yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi anak mempunyai sifat-sifat dan tabi’at sesuai cita-cita pendidikan.
Sedangkan agama menurut
Ensiklopedia Indonesia diuraikan sebagai berikut: “Agama (umum), manusia
mengakui dalam agama adanya yang suci: manusia itu insaf, bahwa ada sesuatu
kekuasaan yang memungkinkan dan melebihi segala yang ada. Sehingga dengan
demikian manusia mengikuti norma-norma yang ada dalam agama, baik tata aturan
kehidupan maupun tata aturan agama itu sendiri. Sehingga dengan adanya agama
kehidupan manusia menjadi teratur, tentram dan bermakna. Sedangkan agama
(wahyu) adalah agama yang menghendaki iman kepada Tuhan, kepada para rasulNya,
kepada kitab-kitabNya untuk disebarkan kepada segenap umat manusia.
Dari beberapa pengertian di
atas dapatlah disimpulkan bahwa ”pendidikan agama” adalah suatu usaha yang
ditunjukkan kepada anak didik yang sedang tumbuh agar mereka mampu menimbulkan
sikap dan budi pekerti yang baik serta dapat memelihara perkembangan jasmani
dan rohani secara seimbang dimasa sekarang dan mendatang sesuai dengan aturan
agama.
Akhlak, Moral dan Etika
Akhlak, Moral dan Etika
Bila berbicara mengenai moral,
maka tidak akan terlepas dari tingkah laku manusia, dan bila berbicara tentang
tingkah laku, maka erat hubungannya dengan bagaimana pendidikan yang telah
didapatkan oleh seorang anak di rumah atau di sekolah. Oleh karena itu usaha
yang harus ditempuh untuk menjadikan anak sebagai manusia yang baik dalam
lingkungan pendidikan adalah penyampaian pendidikan moral (akhlak), karena
akhlak merupakan pencerminan tingkah laku manusia dalam kehidupannya. Untuk
lebih jelasnya akan dijelaskan ketiga term di atas, yaitu: Akhlak, moral dan
etika.
Secara etimologi kata akhlak
adalah bentuk jama dari kata “khuluk”, yang berarti budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat, sedangkan menurut Ahmad Amin akhlak itu adalah
kebiasaan kehendak. Secara terminologi akhlak itu berarti “Sifat yang tertanam
dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah
serta tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. Ada pula yang mengartikan
akhlak dengan “Keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan
tanpa berfikir dan melalui pertimbangan lebih dahulu”.
Dari dua pengertian di atas
tampak bahwa tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara
keduanya. Dalam masyarakat barat kata “akhlak” sering diidentikkan dengan
“etika”, walaupun pengidentikan ini tidak sepenuhnya benar, maka mereka yang
mengidentikkan akhlak dengan etika mengatakan bahwa “etika” adalah penyelidikan
tentang sifat dan tingkah laku lahiriah manusia. Sedangkan akhlak menurut M.
Quraish Shihab lebih luas maknanya dari etika serta mencakup beberapa hal yang
tidak merupakan sifat lahiriyah, misalnya yang berkaitan dengan sikap bathin
maupun pikiran.
Terlepas dari semua pengertian
di atas, kata akhlak dalam penggunaannya sering disamakan dengan kata “moral”
dan “etika”. Istilah moral yang kita kenal berasal dari Bahasa Latin, yaitu
“mores” yang berarti adat kebiasaan, sedangkan etika berasal dari Bahasa
Yunani, yaitu “ethos”, yang berarti kebiasaan. Dalam kehidupan sehari-hari
moral lebih dikenal dengan arti susila. Moral mengandung arti praktis, ia
merupakan ide-ide universal tentang tindakan seseorang yang baik dan wajar
dalam masyarakat. Pada dasarnya akhlak, etika dan moral memiliki arti yang
sama, ketiganya sama-sama berbicara tentang baik dan buruk perbuatan manusia.
Dari pengertian diatas dapat
di simpulkan bahwa Akhlak (etika atau moral) adalah budi pekerti, sikap mental
atau budi perangai yang tergambar dalam bentuk tingkah laku berbicara, berpikir
dan sebagainya yang merupakan ekspresi jiwa seseorang, yang akan melahirkan
perbuatan baik –menurut akal dan syari’at– atau perbuatan buruk.
Peserta Didik
Peserta didik adalah orang
yang mendapatkan pendidikan dan pengetahuan. Peserta didik adalah hal yang
paling penting dalam dunia pendidikan, karena tanpa adanya peserta didik,
pendidikan tidak akan berlangsung. Lalu apakah benar anak dapat di didik? Untuk
menjawab pertanyaan ini para ahli berbeda pandangan.
Aliran Nativisme, mempunyai
pandangan bahwa anak mempunyai pembawaan yang kuat sejak dilahirkan, baik
buruknya anak sangat tergantung pada pembawaan yang ada padanya, bukan dari
pendidikan. Berbeda halnya dengan aliran empirisme yang mempunyai pandangan
bahwa perkembangan jiwa anak sangat ditentukan oleh pendidikan atau dengan kata
lain baik buruknya anak sangat tergantung pada pendidikan yang diterimanya.
Oleh karena kedua aliran ini
terasa kurang memuaskan dalam hal pemberian pendidikan pada anak, maka yang
menamakan dirinya aliran convergensi menepis kedua pendapat di atas, dengan
mengatakan bahwa perkembangan jiwa anak sangat tergantung pada pembawaan dan
pendidikan yang diterimanya. Hal ini sejalan dengan apa yang disabdakan oleh
Nabi Muhammad SAW, bahwa “Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah
membawa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada Allah SWT), kedua
orangtuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani ataupun
Majusi (HR. Muslim)”. Hadits ini mengisyaratkan kepada kita bahwa pada dasarnya
anak itu telah membawa fitrah beragama, dan kemudian tergantung kepada
pendidikan selanjutnya. Kalau mereka mendapatkan pendidikan agama dengan baik,
maka mereka akan menjadi oranng yang taat beragama. Tetapi sebaliknya, bilamana
benih agama yang telah dibawa tidak dipupuk dan dibina dengan baik, maka anak
akan menjadi orang yang tidak beragama ataupun jauh dari agama.
Pengajaran adalah suatu proses
yang didasarkan kepada tujuan. Dalam pendidikan dan pengajaran, tujuan dapat
diartikan sebagai suatu usaha memberikan hasil yang diharapkan dari siswa
setelah mereka menyelesaikan pengalaman belajar. Tujuan ini sangat penting
karena merupakan pedoman untuk mengarahkan kegiatan belajar.
Ada tiga alasan mengapa tujuan
pengajaran itu perlu dirumuskan, yaitu:
Jika suatu pekerjaan atau suatu tugas tidak disertai tujuan yang jelas dan benar, akan sulitlah untuk memilih atau merencanakan bahan dan strategi yang hendak ditempuh atau dicapai.
Rumusan tujuan yang baik dan terinci akan mempermudah pengawasan dan penelitian hasil belajar sesuai dengan harapan yang dikehendaki dari subyek belajar.
Jika suatu pekerjaan atau suatu tugas tidak disertai tujuan yang jelas dan benar, akan sulitlah untuk memilih atau merencanakan bahan dan strategi yang hendak ditempuh atau dicapai.
Rumusan tujuan yang baik dan terinci akan mempermudah pengawasan dan penelitian hasil belajar sesuai dengan harapan yang dikehendaki dari subyek belajar.
Perumusan tujuan yang benar
akan memberikan pedoman bagi siswa atau subyek belajar dalam menyelesaikan
materi dan kegiatan belajar.
Rumusan tujuan senantiasa
merupakan sifat yang sangat bermanfaat dalam perencanaan dan penilaian sutau
program belajar mengajar. Demikian pula dengan pengajaran Pendidikan Agama
Islam, agar proses pengajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien,
berdasarkan pada tujuan.
Menurut Mahmud Yunus, tujuan
Pendidikan Agama Islam dalam segala tingkat pengajaran umum sebagai berikut:
1. Menanamkan perasaan cinta dan taat kepada Allah SWT, dalam hati
anak-anak.
Menanamkan i’tikad yang benar dan kepercayaan yang benar dalam diri anak-anak.
Mendidik anak-anak dari kecil supaya mengikuti seruan Allah SWT dan meninggalkan segala larangannya.
Menanamkan i’tikad yang benar dan kepercayaan yang benar dalam diri anak-anak.
Mendidik anak-anak dari kecil supaya mengikuti seruan Allah SWT dan meninggalkan segala larangannya.
2. Mendidik anak-anak dari kecil berakhlak mulia
3. Mengajar pelajaran-pelajaran supaya mengetahui macam-macam
ibadah yang wajib dikerjakan dan cara-cara melakukannya serta mengetahui
hikmahnya, untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
4. Memberi contoh dan suri tauladan yang baik.
5. Membentuk warga negara yang baik dan masyarakat yang baik, yang
berbudi luhur dan berakhlak baik serta berpegang teguh pada ajaran agama Islam.
Tujuan Pendidikan Agama Islam
merupakan tujuan yanng hendak dicapai oleh setiap orang yang melaksanakan
Pendidikan Agama Islam, karena dalam pendidikan agama yang diutamakan adalah
keimanan yang teguh, sebab iman yang teguh akan menghasilkan ketaatan
menjalankan kewajiban agama.
Tujuan tersebut mengandung
arti bahwa Pendidikan Agama Islam itu menghasilkan manusia yang berguna bagi
dirinya maupun masyarakat dan yang bersangkutan senang mengamalkan dan
mengembangkan agama Islam serta mampu memanfaatkan alam untuk kepentingan
hidupnya.
Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Sebagaimana telah dijelaskan
di atas, Pendidikan Agama Islam memiliki arti penting terutama dalam rangka
mendidik kepribadian seseorang sesuai ajaran Islam. Bahkan dasar hukumnya cukup
jelas yaitu Al-Qur’an dan Hadits, untuk selalu dipelajari dan ditanamkan oleh
setiap muslim dalam menjalani kehidupan di dunia ini, karena itulah yang akan
menjamin seseorang mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Prof. Dr. H. M. Arifin, M.Ed.,
menjelaskan tentang ruang lingkup Pendidikan Agama Islam yang dilakukan secara
konsisten dan berkesinambungan dalam lapangan hidup, meliputi:
Lapangan hidup keagamaanLapangan hidup berkeluarga
Lapangan hidup ekonomi
Lapangan hidup politik
Lapangan hidup kemasyarakatan
Lapangan hidup seni dan budaya
Lapangan hidup ilmu pengetahuan
Dilihat pembahasannya ruang lingkup pengajaran
Pendidikan Agama Islam, meliputi tujuh pokok, yaitu:
1.
Keimanan
2.
Ibadat
3.
Al-Qur’an
4.
Akhlak
5.
Muamalah
6.
Syari’ah
7.
Tarikh
Pendidikan Agama Membangun Moral Peserta Didik
Seperti yang telah dijabarkan
di atas bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk manusia berkualitas secara
lahiriyah dan bathiniyah. Secara lahiriyah pendidikan menjadikan manusia
bermanfaat bagi dirinya dan orang lain, serta dapat menentukan arah hidupnya ke
depan. Sedangkan secara bathiniyah pendidikan diharapkan dapat membentuk
jiwa-jiwa berbudi, tahu tata krama, sopan santun dan etika dalam setiap gerak
hidupnya baik personal maupun kolektif. Hal ini mengandung arti bahwa
pendidikan akan membawa perubahan pada setiap orang sesuai dengan tata aturan.
Selain itu agama juga
mempunyai peran penting dalam dunia pendidikan, banyak ayat-ayat kauniyah yang
menganjurkan umatnya untuk selalu belajar kapanpun dan dimanapun, atau dengan
istilah long life education sebagai motivasi agama untuk dunia pendidikan.
Misalnya wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW adalah tentang pendidikan,
yaitu bagaimana kita membaca perkembangan diri sendiri, orang lain bahkan dunia
dengan pengetahuan yang berorientasi agama (ketuhanan). Oleh sebab itu
pendidikan agama (Islam) akan memberi “imunisasi” pada jiwa seseorang untuk
selalu berada dalam jalan yang benar sesuai dengan ajaran agama itu sendiri,
yang selalu mengajarkan kebenaran hakiki pada setiap aktifitas pemeluknya.
Pendidikan agama pada dunia
pendidikan merupakan modal dasar bagi anak untuk mendapatkan nilai-nilai
ketuhanan, karena dalam pendidikan agama (Islam) diberikan ajaran tentang
muamalah, ibadah dan syari’ah yang merupakan dasar ajaran agama. Hal inilah
yang menjadikan pendidikan agama sebagai titik awal perkembangan nilai-nilai
agama pada anak.
Sebagai contoh, Allah SWT menganjurkan umatnya untuk bershadaqah, dengan shadaqah anak didik diharapkan peduli dengan masyarakat sekitar yang membutuhkan uluran tangah/bantuan. Shadaqah ini mengajarkan nilai-nilai sosial (muamalah) dalam berinteraksi di masyarakat. Dengan shadaqah seorang anak didik akan merasakan bahwa “saling membutuhkan” pada setiap orang adalah ciri dari kehidupan. Ini merupakan contoh kecil dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Sebagai contoh, Allah SWT menganjurkan umatnya untuk bershadaqah, dengan shadaqah anak didik diharapkan peduli dengan masyarakat sekitar yang membutuhkan uluran tangah/bantuan. Shadaqah ini mengajarkan nilai-nilai sosial (muamalah) dalam berinteraksi di masyarakat. Dengan shadaqah seorang anak didik akan merasakan bahwa “saling membutuhkan” pada setiap orang adalah ciri dari kehidupan. Ini merupakan contoh kecil dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Dari contoh di atas
mengajarkan “simbiosis mutualisme” dalam kehidupan yang menjadikan suatu bukti
bahwa betapa pentingnya nilai-nilai agama diajarkan kepada anak, dimana dalam
dunia pendidikan dicakup dalam satu bidang garapan yaitu pendidikan agama.
Pendidikan agama dalam kehidupan tidaklah sepenuhnya menjadi tanggung jawab
guru di sekolah, melainkan juga orang tua sebagai contoh nyata dalam kehidupan
anak. Bagaimana mungkin anak akan menjadi baik, jika orang tuanya hidup dalam
ketidakbaikan. Oleh karena itu pendidikan agama harus ditanamkan kepada anak
dimanapun ia berada, baik formal maupun non formal.
Lalu apakah pendidikan agama
dapat membentuk moral anak didik? Untuk menjawab pertanyaan ini banyak elemen
yang mencakup didalamnya. Secara teoritis seharusnya pendidikan agama dapat
membentuk kepribadian anak, hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan agama yang
endingnya iman dan taqwa kepada Allah SWT. Jika seseorang sudah beriman dan
bertaqwa dengan sebenar-benarnya, maka segala perbuatannya akan mencerminkan
nilai-nilai agama, menjalankan segala yang diperintah dan meninggalkan semua
yang dilarang. Seiring dengan itu maka moral/etika pun akan tercermin di
dalamnya. Bagaimana mungkin seseorang yang beriman dan bertaqwa misalnya,
menggunakan narkoba atau hal-hal lain yang dilarang agama. Hal ini menjadi
bukti bahwa jika seorang anak telah tertanam dalam dirinya nilai-nilai agama
yang kuat, maka sudah dapat dipastikan moral/etika pada orang tersebut akan
terbentuk dengan sendirinya, mengikuti irama iman dan kualitas taqwa yang ada
padanya.
Kesimpulan
Dari paparan di atas dapat
disimpulkan bahwa pendidikan agama mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan
moral anak didik. Oleh karena itu orang tua/pendidik haruslah memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1. Pendidikan agama hendaklah diberikan kepada anak sedini mungkin,
ajarilah dari hal-hal yang kecil sesuai dengan tuntunan agama. Misalnya
mendahulukan kaki kanan jika hendak memakai sepatu.
2. Pelajaran pendidikan agama bukan merupakan science semata,
melainkan ilmu amaliah tercakup didalamnya. Maka itu seorang pendidik harus
benar-benar mencontohkan dengan perilaku yang baik.
3. Anak cenderung mengikuti apa yang dilihatnya dari orang dewasa
oleh karena itu hendaknya orang-orang tua membiasakan berprilaku keseharian
dengan akhlakul karimah, baik perkataan maupun perbuatan.
v Ahmad Amin, Etika (Akhlak), Bulan Bintang, Jakarta, 1993
v Amir Dain Indra Kusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, Usaha
Nasional, Surabaya, 1973
v Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, Rajawali Press, Jakarta,
1994
v Azyumardi Azra, Prof. Dr., MA., Pendidikan Islam; Tradisi dan
Modernisasi Menuju Milenium Baru, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999
v Departemen Agama RI, Petunjuk Kurikulum Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama GBPP Pendidikan Agama Islam, Dirjen Bimbaga Islam, Jakarta, 1995
v Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1995
v H. Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Hidakarya
Agung, Jakarta, 1990
v HM. Arifin, Prof. Dr., M.Ed., Ilmu Pendidikan Islam, Bumi
Aksara, Jakarta,1991
v Ibnu Miskawaih, Tahzib al-Akhlak, Terjemah, Mizan, Bandung,1994
v Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin, Dar al-Fikr, Beirut, t.th
v Imam Munawwir, Memahami Prinsip-prinsip Dasar Al-Islam, PT. Bina
Ilmu, Surabaya, 1988
v M. Quraish Shihab, Prof. Dr., Wawasan Al-Qur’an, Mizan, Bandung,
1996
v Mahyuddin, Drs., Kuliah Akhlak Tasawuf, Kalam Mulia, Jakarta,
2001
v ————-, Konsep Dasar Pendidikan Akhlak; dalam Al-Qur’an &
Petunjuk Penerapannya dalm Hadits, Kalam Mulia, Jakarta, 2000
v Mudlor Achmad, Drs., Etika dalam Islam, Al-Ikhlas, Surabaya,
t.th
v Sardiman, AM., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 1996
v Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, Bina Aksara,
Jakarta, 1989
v TGS. Muliadan KAH. Hiding, Ensiklopedia Indonesia, Bandung, t.th
v Zuhairini, Drs. H., at. al, Metodik Khusus Pendidian Agama, Usaha
Nasional, Surabaya, 1983
No comments:
Post a Comment