Bay-Ma'turidi.
A. Tujuan TQN
Tujuan TQN sama dengan tujuan Islam itu sendiri, yaitu
menuntun manusia agar mendapat ridha Allah, sejahtera di dunia dan bahagia di
akhirat.
“Tuhanku, Engkaulah yang aku maksud dan keridoan-Mu yang
aku cari. Berilah aku kemampuan untuk bisa mencintai-Mu dan ma’rifah
kepada-Mu”.
Dalam do’a tersebut terkandung empat macam tujuan TQN itu
sendiri yaitu :
- Taqarrub Ilallah SWT. Ialah mendektakan diri kepada Allah dengan jalan dzikrullah.
- Menuju jalan Mardhatillah Ialah menuju jalan yang diridai Allah Swt. Baik dalam ‘ubudiyyah maupun di luar ubudiyyah.
- Kema’rifatan (al-ma’rifah); melihat tuhan dengan mata hati.
- Kemahabbahan (kecintaan) terhadap “Dzat Laisa kamislihi Syaiun” yang mana dalam mahabbah itu mengandung keteguhan jiwa dan kejujuran hati.
B. Dasar-dasar TQN
Adapun dasar-dasar TQN agar dapat mencapai tujuan
sebagaimana tertulis di atas, dijelaskan oleh Tuan Syaikh sendiri yaitu sebagai
berikut :
- Tinggi cita-cita. Barangsiapa yang tinggi cita-citanya maka menjadi tinggilah martabatnya.
- Memelihara kehormatan. Barangsiapa memelihara kehormatan Allah, Allah akan memelihara kehormatannya.
- Memperbaiki hidmat. Barangsiapa memperbaiki khidmat, ia wajib memperoleh rahmat.
- Melaksanakan cita-cita. Barangsiapa berusaha mencapai cita-citanya, aia kan sealu memperoleh hidayah-Nya.
- Membesarkan nikmat. Barangsiapa membesarkan nikmat Allah berarti ia bersyukur kepada Allah. Barangsiapa bersyukur kepada-Nya maka ia akan mendapatkan tambahan nikmat sebagai yang dijanjikan Allah.
C. Amaliyah dalam TQN
Amaliyah yang bersifat spiritual ini harus diamalkan oleh
siapa saja yang telah menyatakan diri melallui “talqin” sebagai murid dan
ikhwan bagi Guru Mursyid dalam komunitas tarekat termaksud.
1. Zikir
Zikir, secara lugawi artinya ingat, mengingat atau eling
dalam bahasa sunda. Yang dimaksud dalam TQN adalah zikir bimakna khas. Zikir
bimakna khas adalah “hudurul Qalbi ma’allah” (hadirnya hati kita
bersama Allah). Zikir dalam arti khusus ini terbagi dua 1) zikir jahr dan 2)
zikir khafi.
Baik zikir jahr maupun zikir khafi mempunyai landasan
yang kuat dari al-Qur’an dan tradisi Rasulullah saw.
Dalil-dalil zikir dalam al-Qur’an
“Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadan berbaring” (QS. 3 : 191)
“Maka berzikirlah kepada-Ku, pasti aku akan
mengingat-mu,…” (QS. 2 : 152).
Dalil-dalil dzikir dalam Hadis Rasulullah saw.
“Perbaharuilah iman kamu sekalian !. para sahabat
bertanya : Bagaimana cara kami memperkuat dan memperbaharui iman itu ya
Rasulullah ? Rasul bersabda ialah dengan memperbanyak ucapan laailaaha
illalaah”.
1) Hendaklah orang yang berdzikir mempunyai wudu yang
sempurna.
2) Hendaklah orang yang berzikir melakukannya dengan
gerakan yang kuat.
3) Berdzikir dengan suara keras sehingga dihasilkan
cahaya zikr di dalam abtin orang-orang yang berzikir dan menjadi hiduplah
hati-hati mereka.
2. Khataman
Kata khataman berasala dri kata “khatama yakhtumu
khataman”artinya selesai/ menyelesaikan. Maksud khataman dalam TQN adalah
menyelesaikan atau menamatkan pembacaan aurad (wirid-wirid) yang menjadi ajaran
TQN pada waktu-waktu tertentu.
3. Manakib (Manaqib)
Kata manakib merupakan kata jama dari manqabah mendapat
akhiran an. Manqabah sendiri artinya babakan sejarah hidup seseorang.
Jama dari manqobah adalah manaqib. Dalam tradisi bahasa
sunda kata manaqib ditambah dengan an sehingga bacaannya menjadi manaqiban yang
mengandung arti proses pembacaan penggalan hidup seseorang secara spiritual.
Manaqib dalam TQN adalah manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jilani sebagai pendiri
tariqat Qadiriyyah.
Manaqiban dalam TQN merupakan amalan syahriyyah artinya
amalan yang harus dilakukan minimal satu bulan satu kali. Biasanya materi
manaqiban terbagi pada dua bagian penting. Pertama, materi (kontens) tentang
hidmah ‘amaliyah. Hidmah amaliyah ini adalah inti manaqiban itu sendiri.
Substansi ajarannya ialah meliputi :
1. Pembacaan ayat suci al-Qur’an
2. Pembacaan Tanbih
3. Pembacaan Tawassul
4. Pembacaan manqabah Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jilani
5. Do’a
6. Tutup
Kedua hidmah ‘Ilmiyyah. Maksud hidmah ilmiyyah adalah
pembahasan tasawuf secara keilmuan dan pembahasan aspek-aspek ajaran Islam
keseluruhan.
D. Tujuan Manaqiban
1) Mencintai dan menghormati zurriyyah (keturunan)
Rasulullah saw.
2) Mencintai para ulama, salihin dan para wali.
3) Mencari berkah dan syafa’at dari Syaikh Abdul Qadir
al-Jilani.
4) Bertawassul dengan tuan Syaikh Abdul Qadir al-Jilani
karena Allah semata.
5) Melaksanakan nazar karena Allah semata, bukan karena
maksiat.
4. Riyadoh
Riyadoh secara etimologis artinya latihan. Dalam term
tasawuf yang dimaksud riyadoh adalah latihan rohani dengan cara tertentu yang
lazim dilakukan dalam dunia tasawuf. Dalam tradisi TQN, riyadoh yang paling
utama adalah dzikirullah.
5. Ziarah
Ziarah menurut bahasa berasal dari akar kata zaara –
yazuuru, ziyaaratan artinya berkunjung atau mengunjungi. Menurut istilah ziarah
adalah mengunjungi tempat-tempat suci, atau berkunjung ke kepada orang-orang
salih, para nabi, para wali, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal
dengan niat karena Allah.
Tujuan Ziarah, antara lain :
1) Mengingatkan kita akan kematian.
2) Mengambil pelajaran (‘ibrah) dari kehidupan
manusia-manusia salih (salihin).
3) Mendo’akan kepada arwah mukminin yang sudah meninggal
mendahului kita.
4) Attabarruk.
6. Khalwat
Khalwat artinya mengasingkan diri dari keramaian dunia ke
suatu tempat dengan tujuan agar konsentrasi beribadah kepada Allah semata.
Khalwat bagi salik mubtadi (pengamal tarekat baru) harus dibawah bimbingan Guru
Mursyid. Lama masa khalwat tergantung pada bimbingan guru bisa jadi sepuluh
hari, dua puluh hari hingga empat puluhhari. Paling sedikit tiga hari.
Dalam kitab Tanwir al-Qulub, Syaikh Amin Kurdi
menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang salik yang akan
berkhalwat yaitu:
- Niat dengan ikhlas
- Meminta izin kepada mursyidnya sekaligus memohon do’anya.
- Didahului dengan ‘uzlah, tidak tidur malam, berpuasa dan terus berdzikir.
- Masuk tempat khlawat mendahulukan kaki kanan dengan membaca ta’awwuz, basmalah dan membaca surat an-Nas tiga kali.
- Dawam al-Wudlu.
- Jangan bertujuan ingin mendapat karamat.
- Tidak menyandar badan ke dinding.
- Rabithah.
- Berpuasa.
- Diam dan terus Zikrullah.
- Waspada terhadap godaan yang empat,syaitan, materi, nafsu dan syahwat. Dan laporkan kepada guru apa yang terjadi sewaktu khalwat.
- Menjauhi sumber suara.
- Salat fardu tetap berjama’ah demikian juga jum’at tidak boleh ditinggalkan.
- Jika harus keluar maka kepala ditutup dan melihat ke tanah.
- Jangan tidur, kecuali kalau sangat ngantuk boleh tetapi punya wudu. Tidak tidur untuk rehat badan, bahkan kalau mampu jangan sampai merebahkan badannya ke lantai tetapi tidurlah sambil duduk.
- Tidak lapar tidak kenyang.
- Jangan membuka pintu kepada orang yang bermaksud meminta berkah kepadanya.
- Semua keni’matan yang dialaminya harus merasa hanyalah dari gurunya.
- Menapikan getaran dan lintasan dalam hati, apakah getaran baik atau jelek, karena boleh jadi mengganggu kekhusuan hati.
- Terus berdzikir dengan cara yang telah diperintahkan guru sampai guru memerintah berhenti dan keluar dari khalwat.
7. Tanbih
Secara vertikal TQN membimbing manusia menuju kepada
Tuhan dan secara horizontal memberikan rambu-rambu dan prinsip-prinsip
bagaimana seharusnya kita hiddup secara berjamaah dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara. Tanbih juga mengandung ajaran moral, menyangkut pelbagai
kehidupan pribadi, keluarga masyarakat dan negara secara luas.
E. Hasil yang Dicapai
HM. Subandi, pakar psikologi dari Universitas Gajah Mada,
telah melakukan penelitian tentang dampak kejiwaan yang timbul dari pengamalan
TQN Pondok Pesantren Suryalaya.
- Kemampuan memecahkan masalah, dari mulai masalah pribadi, keluarga, karir, polotik, ekonomi dan lain-lain.
- Ketahanan emosional yang tinggi, meskipun mengalami berbagai situasi yang menyedihkan atau mengecewakan ia tidak mengalami gangguan mental karenanya.
- Ketenangan batin, tidak merasa cemas atau waswas dalam menghadapi situasi yang tidak menentu.
- Pengendalian diri yang baik (kontrol diri), tidak terbawa arus kemanapun pergi.
- Pemahaman terhadap dirinya sendiri secara baik.
- Menemukan jati dirinya atau dalam istilah psikologi “individuasi” karena mampu menemukan dirinya maka ia pun mampu menemuka Tuhannya.
- Memiliki kesadaran lain atau dalam istilah psikologi disebut “altered states of consiousness” yaitu kesadaran “supernormal” (bukan para normal), yang pada umumnya dimiliki oleh orang yang berwawasan spiritual atau tingkat kerohanian tinggi.
No comments:
Post a Comment